(by Fiona Wang)
Eksistensi dan keberhasilan kita hari ini adalah berkat pendahulu kita, baik dalam konteks Hidup, Karya, apapun. Dalam eksistensi kita sebagai manusia, siapalah kita tanpa orangtua dan leluhur kita? Di beberapa budaya ada tradisi menghormati (bukan menyembah) leluhur, menurut saya adalah tradisi yang sangat agung. Bayangkan, Kita bisa berada di dunia ini karena orang tua kita dapat hidup minimal sampai melahirkan kita. Orang tua kitapun eksis karena orang tua mereka minimal hidup sampai melahirkan mereka. Kita bisa hidup karena kita mewarisi gen unggul mereka, gen unggul yang bisa mengatasi tantangan selagi hidup, semangat juang dan spirit kegigihan mereka misalnya. Menghormati leluhur adalah hal yang pantas dilakukan oleh mereka yang sadar siapa dirinya.
Contoh untuk konteks karya, ada sebuah ungkapan yang sangat terkenal di dalam dunia riset, yaitu “standing on the shoulders of giants” atau jika diterjemahkan ke dalam bahasa artinya “berdiri di bahu raksasa”. Bahwa sebuah riset itu selalu dibangun atas riset-riset yang lain. Tiap riset memberikan kontribusi terhadap riset yang kita lakukan. Tidak ada ceritanya sebuah riset itu terjadi secara tiba-tiba dan menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Semua pasti menggunakan dasar pijakan riset-riset sebelumnya. Contoh, teori Evolusi Darwin, mengajukan teori seleksi alam bahwa alam memilih dan menginjinkan hidup makhluk yang beradaptasi dengan lingkungan. Sebagai fondasi pemikiran ini, sebelumnya telah ada pemikiran ‘seleksi buatan’ bahwa manusia dapat mengombinasikan dan membuat bermacam-macam varietas dan menyisakan sifat-sifat tertentu yang baik saja. Darwin hanya mengubah sudut pandang, dari manusia yang menyeleksi menjadi alam yang menyeleksi. Sekalipun pergantian sudut pandang ini menjadikan penelitiannya menjadi sangat orisinal, iapun berdiri di atas bahu penelitian sebelumnya.
Melihat contoh dari kedua konteks tadi, tentu kurang pantas jika kita tidak membawa jasa para pendahulu kita dalam hidup ataupun karya kita. Di kartu oracle Nusantara, saya menyebutkan bahwa karya saya ini adalah karena terinspirasi oleh karya Doreen Virtue, seorang spiritualis dunia yang telah menghasilkan puluhan kartu oracle. Orisinalnya terletak bahwa ini adalah kartu oracle berbahasa Indonesia yang pertama (dan sampai hari ini masih satu-satunya) dengan tujuan sebagai kartu nasehat diri dan disertai dengan afirmasi. Murakami mengatakan bahwa “prestasi sedahsyat apa pun merupakan sekedar setangkai bunga yang mekar di atas kerja keras para pendahulu.”
Tulisan di atas adalah bagaimana kita melihat dari sisi penerima, yang mendapatkan warisan kebaikan dari pendahulu kita. Pernahkah kita memposisikan diri kita pada sisi pewaris? Apa yang akan kita wariskan pada penerus kita, pada dunia dan semesta ini ketika kita dipanggil pulang nanti? Bagaimana mengemas peninggalan baik untuk mereka dalam suatu wujud karya (work) di tataran yang lebih tinggi, bahkan mungkin menjadi satu manfaat yang terus digulirkan lintas generasi.
Sambil menikmati weekend yang indah ini, mungkinkah ada sebagian dari kita yang mulai berpikir, apa yang akan kita tinggalkan sebagai legacy kita nanti? Bagaimana agar kontribusi sekecil apapun mulai dapat saya tabung dan perlahan menemukan bentuk sehingga kemudian dapat mewujud dalam legacy? Selamat merenungkan kawan, sambil menyambut malam mingguan, have a great day, my regards to your love ones…. FW171118
#ContributionAndLegacyCoaching
#WellnessCoaching
#CoachingWithSMILE
#IntutitiveCoaching
#SMILECoachingCards
#InspiredByKazuoMurakami
#IntegraInstitute